Senin, 23 Agustus 2021

Hujan

Malam itu aku memutuskan untuk menyalahkan hujan, sebab ia datang tiba-tiba, sebelum aku mengucapkan selamat tidur untuk seseorang yang menggenggam sebatang cokelat.

Cokelat itu adalah penyambung antara dua hati, tentu saja hatiku dan hatinya. Bayangkan saja, aku memberinya sebatang cokelat terlezat di dunia, sepenuh hati. Ia, adalah wanita teristimewa yang pernah kumiliki. Dua komposisi terbaik di semesta. Lalu kita berjanji akan memakan cokelat itu bersama, di sebuah taman, di tengah malam, untuk melihat bulan tersenyum ke arah kami.

Lalu hujan, dengan semena-mena membuat kami tak bisa bersua.

Kini, hanya cokelat itulah yang mewakili pelukanku. Meskipun belum genap ucapan "selamat tidur, wanita pemilik senyum terindah" itu.


Juli 2019

Kecupan adalah Hadiah

Kecupan adalah hadiah, dari bibir sedingin embun, untuk dahi sehangat rebusan vanili. Udara menguap ketika kulit saling bertemu. Aroma pinus menguar, memenuhi ruangan. Segerombol burung dara mencuri perhatian sepasang kekasih. Mengepakkan sayap manja ke arah terbenam matahari. Bola matamu indah, bisiknya. Langit malu-malu. Sang wanita tersenyum. Telinganya hampir jatuh. Hidungnya mau lepas. Mukanya memerah, siap meledak. Awan berarak dengan angkuhnya. Sang pria menunggu jawaban dari belahan jiwa. Pemilik hatinya utuh. Penuh. Sejak setahun yang lalu. Ia melihat ke luar jendela. Angkasa lambat laun berubah jingga. Tempat mereka berdua berada mendadak tak bernyawa. Waktu terhenti. Sesaat ketika "Terima kasih" keluar dari bibir wanita pemilik mata indah itu. Pelukan adalah hal yang harus dituntaskan.


~Surabaya, awal tahun 2019

Kupang

Memandangi sekitar, sendirian, lalu berhenti hanya untuk sekadar melamun, waktu dihabiskan dengan merenung, memahami diri sendiri, bagaimana bisa sampai sejauh ini?


Kupang, 31 Desember 2018

tepian balkon

Hujan melunturkan kenangan, 
yang mengalir di sepanjang kelopak bunga plastik, 
yang menjadi pajangan di tepian balkon, 
aku memanggil namamu, 
kamu menjelma rinai, 
melompat dengan nyaman, 
memeluk kedua pipi, 
memaksa mata, 
membuat kenangan baru.

2018

Jodoh

"Kau manis sekali," katamu. 

Di tengah siang, di bawah pohon, di dalam kebun, di area milik pemerintah. 

Aku yang merah dan menghilangkan dahaga.

Kamu yang cokelat dan berbau keringat.

Karena suatu hal kita dipertemukan. Perjumpaan bukannya tanpa sebab. Namun semesta tak kunjung beri jawab.

Aku memang tak lagi sempurna. Kau yang telah mengambilnya.


Surabaya, 26 Desember 2018

menjelma kata-kata

pernah kukatakan padamu,
sebaiknya kita lari ke dalam buku,
menjelma kata-kata,
menjadi paragraf hingga tanda baca,
di setiap lembar kita bersama,
di sepanjang waktu kita ramai dalam makna,
dipeluk jemari,
lalu mengendap dalam lemari...
 
tapi kau beri aku satu syarat yang harus kutepati,
jangan aku pilih kumpulan puisi,
karena kau tak suka,
dan kau tak akan pergi...

November 2017

Hilang

Hilang, 
lalu muncul di balik temaram,
aromamu dari jauh sudah kukenal, 
tak perlu lari lagi, 
dekapanku cukup, hanya sekadar membuatmu luruh,
biar sukmaku yang membuatmu utuh,
demi bahagia,
demi angkasa, yang menaungi genggaman tangan kita, 
tak perlu takut, bila memang harus lenyap,
kita akan melakukannya bersama

Surabaya, 2018